Kalimantan Timur

Pernikahan Anak Masih Tinggi di Kaltim

Pernikahan Anak Masih Tinggi di Kaltim Pernikahan Anak Masih Tinggi di Kaltim

SAMARINDA (1/3-2022)

               Pernikahan anak di Kaltim mengalami turun naik dalam beberapa tahun terakhir, layaknya nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat.  Kepala Dinas Kependudukan, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DKP3A) Kaltim Noryani Sorayalita menyebutkan berdasarkan data  Pengadilan Agama Kaltim  pada  tahun 2018 sebanyak 953 anak yang melangsungkan pernikaham, pada  tahun 2019 turun menjadi 845  dan tahun 2020 meningkat kembali sebanyak 1.159 anak dan tahun 2021 tercatat 1.089 orang.

“Jauh sebelum pandemi, pernikahan anak memang menjadi tantangan tersendiri bagi pemerintah Indonesia,” kata Noryani Sorayalita  dalam  Sosialisasi Peran Pengasuhan Anak dalam Upaya Pencegahan Perkawinan Usia Anak di Provinsi Kalimantan Timur Tahun 2022.

Diakui, pernikahan anak di Indonesia tidak terlepas dari adanya nilai-nilai yang tertanam di masyarakat sejak lama yang mendukung atau menormalisasi perkawinan anak, seperti perspektif agama yang berpandangan bahwa menikah adalah cara untuk mencegah terjadinya perbuatan zina.

“Selain itu, perspektif keluarga yang berpandangan bahwa perkawinan anak sudah menjadi kebiasaan yang dilakukan secara turun temurun, sehingga tidak menjadi masalah jika hal serupa tetap dilakukan dan perspektif komunitas yang beranggapan bahwa perempuan tidak perlu menempuh pendidikan yang tinggi. Pandangan-pandangan ini menjadikan perkawinan anak direstui dan difasilitasi oleh orangtua, keluarga dan masyarakat,” ujarnya.

Pemerintah, jelasnya,  telahberupaya untuk mencegah perkawinan anak terjadi, diantaranya mengubah batas usia minimal untuk perkawinan dari 16 tahun menjadi 19 tahun melalui UU Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Perkawinan anak telah menjadi prioritas kebijakan pembangunan nasional di Indonesia yang tertuang dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 18 Tahun 2020 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional.” Bebernya.

Diungkapkan, dalam Sustainable Development Goals (SDGs), pencegahan perkawinan anak masuk ke dalam tujuan ke 5 mencapai kesetaraan gender dan memberdayakan semua perempuan dan anak perempuan.

Kemudian, dalam Strategi Nasional Pencegahan Perkawinan Anak (Stranas PPA), pemerintah secara spesifik menargetkan penurunan angka perkawinan usia anak dari 11,21 persen pada tahun 2018 menjadi 8,74 persen pada akhir tahun 2024 dan 6,9 persen  pada tahun 2030.(SK06)

 

 

editor@ivan

Penulis Sejak 01 Nov 2020