Kalimantan Timur

Gubernur Kupas Tuntas UU Pemda

Gubernur Kupas Tuntas UU Pemda Gubernur Kaltim Isran Noor saat Perangkat Gubernur Sebagai Wakil Pemerintah Pusat di Provinsi Kalimatan Timur di Balikpapan.

BALIKPAPAN (1/11-2021)

Gubernur Kaltim  Isran Noor mengupas habis tentang UU Pemda yang diantaranya menyatakan  Gubernur   sebagai Wakil pemerintah pusat,  kecuali ada undang-undang yang bukan kewenangan pemerintah daerah,  jadi semua kegiatan kegiatan program pembangunan yang diluar tersebut harus merupakan tanggung jawab daerah.

 “Di dalam UUD  disebutkan ada lima sektor yang bukan kewenangan daerah,  yaitu pertahanan keamanan, keuangan moneter,  agama,  Kementerian Luar Negeri,  dan dan peradilan,  diluar daripada itu ketentuannya   kewenangan adalah  pemerintah daerah.   Makanya Gubernur diberikan tugas sebagai  pemerintah pusat,” tegas Isran Noor  saat membuka  Rapat Koordinasi  (Rakor) Perangkat Gubernur Sebagai Wakil Pemerintah Pusat di Provinsi Kalimatan Timur di Balikpapan.

Disebutkan, dalam penyelenggaraan  dan  pelaksanaan UU No 23  tahun 2014 banyak hal yang  harus bahas,  karena otonomi daerah itu tidak disebutkan di dalam  UU No 23 tahun 2014, dan  itu undang-undang hubungan pemerintah pusat dan daerah, tapi anehnya masih ada Dirjen Otda, yang ketuanya adalah Wapres RI.

“Terkai dengan kewenangan, yang namanya resentralisasi itu sudah terbangun dengan diundangkannya UU No 23 tahun 2014, negara ini tidak bisa  saja dilaksanakan oleh pusat, harus diberikan otoritas kewenangan kepada daerah, itulah peran gubernur, bukan hanya dibatasi dengan peraturan pemerintah No 33, tetapi keseluruhannya termasuk disitu kewenangan gubernur, dengan birokrarisasi yang mau kita tegakkan dan bangun,”tandasnya.

Dai segi anggaran saja, lanjut Isran Noor,   APBN dalam pelaksanaannya   di bagi,  dana  yang di drop ke daerah atau yang ditransfer ke daerah itu hanya 30%,  di lain pihak tugas dan program pembangunan tu lebih 80% ada di daerah melalui pembangunan.

Tahun 2022 anggaran   Rp2.700 triliun, dan hanya Rp700 triliun yang  didrof ke daerah untuk pembangunan, yang dilaksanakan oleh pemerintah daerah, sementera ada Rp 2000 triliun dikelolah oleh pusat, akibatnya apa pusat mengelola keuangan lebih besar dari daerah, pedahal kewenangannya hanya 5 sektor anggaplah ada tambahan 1 lagi dibidang utang luar negeri.

“Makanya saya sampaikan ketika  pembahasan awal dalam  rancangan revisi undang-undang Dana Bagi Hasil (DBH), minimal 50 persen daerah dan 50 persen pusat, agar benar-benar kegiatan itu berjalan di daerah, dan turunannya nanti jangan sampai pembangunan itu drofing dananya  berdasarkan jumlah penduduk, akibatnya pulau jawa kelebihan anggaran, dan  hal itu menimbulkan kesenjangan antar wilayah,” ujarnya.

Isran mencontohkan dana pembangunan infrastruktur itu  50 persen lebih ada dipulau jawa, baik itu dana APBN, dana dari BUMN, dana-dana dari swasta, maupun dana-dana yang berasal dari pinjaman luar negeri, ditumpuk di jawa.

“Artinya kurang 50 persen dana pembangunan infrastruktur itu dibagi lagi ke Pulau Kalimantan, Sumatera, Sulawesi, dan seterusnya, sangat tidak masuk akal di saya, kesenjangan terbuka lebar antar wilayah di republik ini, maka kemarin ketika UU DBH paling tidak 50, 50 atau 60 persen 40 persen maka terjadi yang namannya wujud birokratsisasi, jadi Kementerian-kemeterian  itu tidak ada lagi pekerjaannya, tidak bisa kementerian sebagai eksekutor, tapi hanya membuat kebijakan-kebijakan umum program  pemerintah dan pembangunan,”kata Isran Noor. (SK06)

 

editor@ivan

Penulis Sejak 01 Nov 2020