Kutai Timur

Uce Prasetyo : Sedahsyat apa si Covid Delta?

Uce Prasetyo : Sedahsyat apa si Covid Delta?  Uce Prasetyo - mantan anggota DPRD Kutim


Sekitar Januari 2020, ketika di Cina sedang mengganas. Kita di Kutim dan di Indonesia, rakyat dan pejabat nya, tidak mengira, bahwa itu juga bisa dan akan terjadi di Indonesia.


April 2020, Indonesia pun terjamah Covid. Di Kutim mengganas sekitar sebulan setelah nya.


Mei 2021, ketika Covid varian Delta. Mengganas di India. 400.000 positif setiap hari. Meninggal 4.500 setiap hari. Seluruh fasilitas kesehatan penuh. Oksigen jadi barang mewah dan langka. Masuk RS antri, yg meninggal pun antri ditangani, dikubur/kremasi pun antri.


Kita kebanyakan rakyat dan pejabat Indonesia. Banyak tidak mengira, bahwa apa yg terjadi di India. Bisa dan akan terjadi di Indonesia. Sehingga persiapan yg luar biasa, tidak dilakukan.


Pertengahan Juni, apa yg terjadi di India. Mulai terjadi di Jawa, puncaknya akhir Juni. RS penuh. Masuk UGD antri. Dapat UGD, antri dapat kamar. Meninggal antri ditangani. Jenazah sudah ditangani, antri dikuburkan.


Ketika itu terjadi di Jawa. Kita yg di Kalimantan, masih banyak yg belum sadar. Itu juga bisa terjadi di Kalimantan.


Seminggu lalu, RS penuh terjadi di Balikpapan. Lalu Samarinda. Dan 3 hari lalu, juga terjadi di Sangatta. Ruang Isolasi Covid di RSUD Kudungga dan RS Medika SOHC, penuh. Oksigen, hampir mau habis. Untung, segera ada suplai lagi.


Syukurlah. Pemkab, sejak 3 hari lalu. Bertindak cepat. Perbatasan Kutim di perketat. Siapapun yg masuk Kutim, harus bawa dokumen antigen. Bila tidak, diantigen ditempat.


Gelombang serangan si Delta ini belum puncaknya. Penduduk Indonesia 20% dari India. Bila di India, serangan puncak nya 400.000 per hari. Maka 20% nya adalah 80.000 positif per hari. Maka pasien yg membutuhkan perawatan. Masih akan naik 200% - 250% dari yg ada sekarang. 


Sekarang saja, RS dan sistem pelayanan kesehatan sudah tidak bisa menampung. Sudah banyak yg menutup UGD nya. Apalagi bila naik 250%. Maka akan banyak, penderita Covid tidak tertangani di RS. Tidak tercatat. Dan meninggal di luar RS. Tidak dijalankan protokol. Dan makin banyak yg tertular.


Saya mengalami sendiri. Orangtua saya, keliling se kabupaten Lamongan. Dan 7x ditolak RS. Karena penuh. Bila orangtua saya di Sangatta, sangat tidak mungkin mengalami penolakan itu. Tapi di Jawa, lain cerita. Tapi takdir adalah takdir, tak ada bila bila dalam takdir.


Syukurlah, ada klinik seorang sahabat. Yang bersedia menerima nya. Dirawat 2 hari, pun akhirnya tidak tertolong. Itu takdir Tuhan, harus saya terima.


Sekarang di Indonesia, sekitar 29.000 per hari,  yg positif. Dengan kelajuan peningkatan 34% per pekan. Maka dalam 2-3 pekan. Puncak serangan Covid delta itu bisa terjadi.


Kita di Kutim, perlu langkah luar biasa untuk menghadapi nya. Penyekatan harus tetap dan ketat, menyakitkan, tidak nyaman, merepotkan, menguras dompet. Tapi mau tak mau, tega tak tega. Itu yg terbaik.


Rakyat harus disiplin 3M versi pemerintah. 4 M versi saya, M tambahan nya adalah MANUTO (Menurut lah). Tanpa M extra ini, 3M pertama tak jadi apa apa.


Kapasitas isolasi RS harus ditingkatkan. Sesuai surat edaran Menkes, idealnya, seluruh RS perlu mengkonversi 30 - 50% bed nya. Jadi RS isolasi Covid. Penerapan triase. Pemilah pilahan kasus keparahan, perlu dilakukan. Sakit apapun, yg tidak parah. Cukup di rumah.


Sarana penunjang. Suplai oksigen medis, obat dan SDM perlu dipastikan ada. Dan tersedia. Itu tidak bisa hanya di lakukan RS sendiri. Ketika RS sudah order dan tidak datang orderan nya. Bisa apa? Pemerintah daerah perlu berperan lebih dalam.


Seandainya prediksi itu tidak terjadi, syukurlah. Tidak ada ruginya. Seandainya itu terjadi, kita, daerah sudah mempersiapkan diri. Sehingga korban yg meninggal dapat diminimalisir.


Yang repot adalah bila kita acuh. Berpikir itu tidak terjadi, dan tentu tanpa persiapan extra.

Maka yang terjadi adalah WASSALAM.



editor@ivan

Penulis Sejak 01 Nov 2020