Hukum dan Kriminal

Mus, Sur dan AET : Fee Proyek Untuk Ism dan EUF Sebagai Dana Operasional

Mus, Sur dan AET : Fee Proyek Untuk Ism dan EUF Sebagai Dana Operasional Ism - mantan Bupati Kutim bersama AET (Kepala Dinas PU) dan Sur (Kepala BPKAD) Kutim saat diamankan KPK.(Foto Ist)

SAMARINDA (8/3-2021)

Menjelang akhir persidangan kasus gratifikasi yang melibatkan pejabat Pemkab Kutim, para terdakwa terutama Mus, Sur dan AET membantah pernyataan Ism dan Istrinya jika uang yang mereka berikan selama ini, tanpa sepengetahuan Ism sebagai Bupati Kutim termasuk EUF sebagai Ketua DPRD Kutim.

Dalam pembelaannya yang disampaikan Senin (8/3), Mus dan Sur – dua adik kakak yang menjabat Kepala Bappenda dan BPKAD Kutim ini, mengungkapkan semua yang mereka lakukan sepengetahuan Ism sebagai bupati yang tiada lain atasan langsung mereka.

“Saya tidak membantah jika selama ini melakukan pungutan fee dari sejumlah proyek, tapi semua itu sudah diketahui Ism sebagai atasan saya. Bahkan anggaran yang akan digunakanpun sudah dilaporkan sehingga Ism meminta Sekda untuk tidak mengotak-atik dana yang akan dikelola sebagai sumber operasional Ism,” beber Mus.

Suara serupa juga dikemukan Sur yang tiada lain kakak dari terdakwa Mus, dihadapan majelis hakim yang diketuai Joni Kandolele dengan hakim anggota Lucias Sunarto dan Ukar Priyambodo, mantan Kabag Keuangan Setda Kutim ini menyebutkan ia kerap diminta dana oleh Ism guna keperluan operasional. “Saya tak punya uang, karenanya fee dari proses pencairan uang di BPKAD diberikan kepada Ism,” ungkap Sur.

Sementara AET – Kadis PU Kutim menyebutkan pembelaan tak jauh berbeda dengan Mus dan Sur. Bahkan THR dari Andika, diberikan AET kepada Ism. 

Pada persidangan lalu, JPU KPK menyatakan ketiga pejabat Pemkab Kutim ini terbukti melanggar UU Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) berdasarkan barang bukti, keterangan saksi dan pengakuan terdakwa. 

JPU KPK yang terdiri Ali Fikri, Ariawan Agustiartono, Zainal Abidin, Siswhandono, Nur Haris Arhadi, Riniyanti Karnasih, Yoga Pratomo dan Yoyok Fiter Haitu Fewu, mengungkapkan sepak terjang Mus dan Sur dalam mencari sumber dana untuk diberikan kepada Ism dan EUF, sementara AET berperan memuluskan keinginan MUS dan Sur melalui paket proyek di Dinas PU Kutim. “Terdakwa Mus, Sur dan AET sama-sama berperan sebagai pengumpul uang bagi terdakwa Ism dan EUF,” ungkap JPU seraya menambahkan ketiga terdakwa mengetahui apa yang dilakukan tidak dibenarkan dalam UU Tipikor.

Untuki memudahkan pencarian uang, ketiga terdakwa memanfaatkan  Deky Aryanto sebagai Direktur CV Nulaza Karya, Aditya Maharani Yuono- Direktur PT Turangga Triditya Perkasa dan Sernita alias Sarah - Direktur CV Anugerah Eva Sejahtera. “Ketiga terdakwa mengumpulkan fee proyek masing-masing sebesar 10 persen yang jumlahnya bernilai Rp22 miliar lebih,” beber JPU.

Diungkapkan, dari APBD Kutim 2020 ada anggaran proyek senilai Rp 250 miliar yang bisa diambil feenya sebesar 10 persen. Fulus dari rekanan ini, diserahkan ke Ism dan EUF guna mendukung operasional Bupati dan Ketua DPRD Kutim ini, terlebih Ism akan kembali berlaga di Pilkada Kutim tahun 2020.

Diungkapkan, fee proyek dari Deky Arianto yang mendapat 411 paker proyek di Dinas Pendidikan Kutim, sebesar Rp12,5 M. Kemudian dari Aditya Maharani Yuono sebesar Rp6 miliar lebih, demikian dengan Serita yang mendapat 30 pekerjaan PL senilai Rp 3 miliar pada BPKAD Kutim dan 15 paket PL senilai Rp 3 miliar di Bagian Umum Sekretariat Kutai Timur dipatok fee sebesar Rp900 juta. “Selain itu, sebagai pejabat pemerintah Mus, Sur dan AET mendapat bagian uang dari Aditya. Dimana pemberian tersebut tidak tergolong gratifikasi yang harus dilaporkan ke KPK sesuai UU Tipikor, namun kenyataannya tidak bahkan uang pemberian Aditya dinikmati sendiri oleh terdakwa,” beber tim JPU KPK dalam sidang melalui virtual.

Dipenghujung sidang, Tim JPU KPK yang dipimpin Ali Fikri menuntut AET selama 4 tahun penjara dengan denda Rp250 juta subsidier 4 bulan, namun tidak diketahui besaran uang pengganti karena suara tidak jelas, sementara terhadap Mus, JPU KPK menuntut penjara selama 5 tahun dengan denda Rp250 juta subsidier 4 bulan, ditambah uang pengganti sebesar Rp780 juta subsidier 1 tahun, demikian dengan Sur namun bagi mantan Kabag Keuangan Setda Kutim ini ia dituntut uang pengganti sebesar Rp1 M subsidier 1 tahun penjara.(sK07/08)

editor@ivan

Penulis Sejak 01 Nov 2020